Eksploitasi Anak Di Balik Audisi Bulutangkis



Setiap orang tua selalu mendukung apapun hobi dan cita-cita anak jika itu yang positif dan membangun. Apalagi kalau hobi nya mendapatkan beasiswa dari penyelenggara. Pasti semua orang tua akan mendukung sepenuh hati.

Anak saya yang pertama sering sekali mengikuti audisi berbagai kompetisi. Dari mulai kompetisi olah raga sampai kompetisi Mojang Jajaka Bogor. Sayangnya keberuntungan belum berpihak kepada anak saya. Langkahnya selalu terhenti sampai di babak semi final saja. Belum rejeki, harus lebih banyak belajar, dan masih ada kesempatan, begitulah yang selalu saya katakan kepada anak saya agar dia tidak putus asa untuk mencoba kembali di lain kesempatan.

Tetapi bagi orangtua berhati-hatilah untuk mencari kompetisi beasiswa untuk anak-anak. Karena ada beberapa audisi olahraga yang memanfaatkan anak-anak menjadi media promosi. Sebelum mengikuti audisi ada baiknya kita mengetahui sponsor yang menggelar kompetisi beasiswa tersebut. Apakah sponsor beasiswa tersebut produknya sesuai untuk anak-anak, atau malah sebaliknya. Karena pemikiran anak sangat bersih dan mudah dipengaruhi, jadi sebagai orang tua kita harus teliti.

Pada hari Sabtu 30 Maret 2019 saya mengikuti acara Focus Group Discussion (FGD) bersama Yayasan Lentera Anak, yang diadakan di Kemendikbud, Jakarta. Acara ini membahas tentang Audisi Badminton anak.
Ketua Yayasan Lentera Anak, Ibu Lisda Sundari

Yayasan Lentera Anak adalah Lembaga independent dalam perlindungan dan pemenuhan hak anak yang bertujuan untuk mendukung Indonesia sebagai negara demokratis yang ramah anak. Salah satu program kerja Yayasan Lentera Anak adalah pemenuhan dan perlindungan hak anak.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda  Sundari mengatakan, pada tahun 2018, Yayasan Lentera Anak menemukan fakta di lapangan yang menimbulkan pertanyaan pada kegiatan Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis selama 3 tahun terakhir. Peserta audisi Beasiswa Bulutangkis ini adalah anak-anak yang berusia 6 - 15 tahun.

Audisi beasiswa Bulutangkis bagi anak-anak untuk mendapatkan pelatihan yang diadakan oleh sebuah perusahaan rokok sudah berlangsung sejak tahun 2006. Semula audisi Beasiswa ini diperuntukkan bagi remaja usia 15 tahun dan hanya digelar di kota Kudus. Tetapi pada tahun 2015 audisi ini melebar ke berbagai kota di Indonesia dan pada tahun 2017 peserta audisi yang dijaring lebih muda lagi yaitu usia 6 tahun sampai 15 tahun.

Audisi Beasiswa Bulutangkis ini banyak menyedot perhatian para orang tua dan anak-anak yang ingin mengikuti audisi ini. Total yang mengikuti audisi bulutangkis adalah 5.957 orang, sedangkan yang mendapatkan beasiswa hanya 23 orang. Lantas bagaimana nasib mereka yang tidak lolos.

Sebenarnya Audisi Beasiswa bulutangkis Djarum ini tidak salah. Karena setidaknya pihak penyelenggara telah memberikan wadah untuk anak-anak Indonesia berprestasi dan kelak akan mengharumkan nama bangsa nantinya. Tetapi di belakang audisi bulutangkis ini terselip pemanfaatan tubuh anak sebagai media promosi brand image Djarum.

Anak-anak ini mengikuti audisi beasiswa bulutangkis dengan tujuan ingin mengembangkan diri mereka dan berharap lulus audisi dan mendapatkan beasiswa. Selama audisi berlangsung mereka di wajibkan memakai kaos dari penyelenggara. Anak-anak tidak menyadari bahwa tubuh mereka digunakan sebagai media iklan perusahaan rokok. Ini adalah tindakan eksploitasi anak, tegas Ibu Lisda ketua Lentera Anak.

Selain itu ditempat kegiatan audisi bulutangkis inipun juga terpapar brand image rokok. Ini akan berpengaruh pada pola pikir anak-anak nantinya. Mereka akan menganggap rokok biasa saja dan bukan sebagai produk yang berbahaya bagi kesehatan.
Liza Djaprie, Psikolog

Liza Djaprie selaku Psikolog menjelaskan bahwa otak anak seperti spons. Menyerap semua informasi yang diterima sesuai yang tersampaikan. Sehingga jika rokok dipersepsikan sebagai bulutangkis mereka akan menerima seperti itu kelak. Sama halnya mereka menyerap Djarum sebagai pemberi beasiswa.

Nantinya ribuan anak-anak yang menjadi peserta akan menganggap bahwa rokok adalah produk yang baik, terasosiasi dengan olah raga dan Djarum adalah perusahaan yang dermawan dan peduli dengan pengembangan badminton.

Semoga eksploitasi anak bisa mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak terutama pemerintah. Karena eksploitasi anak melanggar hukum dan diatur dalam UU Perlindungan Anak Pasal 71, yang intinya tidak boleh mengeksploitasi anak secara ekonomi dan seksual.

Banyak yang gak sadar kalau anak dieksploitasi dengan memanfaatkan tubuh anak-anak. Mereka adalah penerus bangsa kelak, harusnya mereka dilindungi bukan dijadikan media iklan. Karena kalau terus menerus mereka di suguhkan dengan tulisan merk rokok, bukan tidak mungkin persepsi anak tentang rokok dianggap biasa. Padahal rokok sangat berbahaya, bukan saja berbahaya bagi anak-anak, tetapi berbahaya bagi semua orang.

Rokok bukan saja berbahaya bagi yang mengkonsumsi, tetapi yang terkena dampak asapnya pun ikut merasakan bahayanya bagi kesehatan.
Jangankan menghirup asap rokok, menghirup residu atau endapan racun dari asap rokok juga berbahaya bagi anak-anak.

"Saya Blogger, Saya siap melawan eksploitasi anak dalam bentuk apapun, termasuk dalam audisi bulutangkis."














Komentar

  1. Siap mba saya juga siap menangkis eksploitasi anak untuk produk tembakau ini. Sudah jelas-jelas produknya berbahaya bagi kesehatan ya mba, tapi kita kurang sadar.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan anda ke blog saya.
Saya sangat senang jika anda meninggalkan pesan pada postingan ini.
Terimakasih